Jakarta, CNBC Indonesia – Demonstrasi besar-besaran masih terjadi di kampus-kampus Amerika Serikat (AS). Rabu malam polisi bahkan menangkap paksa mahasiswa kampus elit Universitas Columbia (Columbia University) di New York.
Para staf pengajar mengatakan “ngeri” dengan penangkapan para mahasiswa. Sebelumnya para pelajar itu menduduki gedung akademik Hamilton Hall, guna menuntut divestasi Israel di kampus dan penghentian serangan di Gaza, Palestina.
Diceritakan bahwa tepat setelah pukul 21.30 pada Selasa malam waktu setempat, bus NYPD terparkir di luar aula, dipenuhi mahasiswa yang ditangkap, yang diangkut keluar dari kampus. Petugas polisi kala itu membawa perlengkapan antihuru-hara lengkap, berdiri dalam formasi.
“Mengerikan melihat Columbia mengundang polisi ke kampus kami untuk kedua kalinya bulan ini untuk menangkap mahasiswa kami,” kata seorang dosen di fakultas hukum Columbia, menurut The Guardian, dikutip Jumat (3/5/2024).
“Pemerintah mengatakan bahwa protes tersebut merupakan gangguan dan menimbulkan risiko keselamatan,” tambahnya.
“Namun pemerintah sendirilah yang telah mengganggu kehidupan kampus dengan mengunci kami di luar kampus, merelokasi atau menunda ujian siswa, mendatangkan polisi untuk menangkap siswa, dan mengundang polisi untuk tetap berada di kampus di kampus selama dua minggu ke depan hingga lulus,” tambahnya.
Kemarahan kepada pemerintah juga muncul di luar Hamilton Hall Rabu. Kerumunan mahasiswa yang bertahan dengan demonstrasi meneriakkan kemarahannya.
“Kita berada di sisi yang benar dalam sejarah,” kata seorang sejarawan Palestina-Amerika dan profesor studi Arab modern di Columbia, Rashid Khalidi.
“Malu pada para pemimpin kita, malu pada administrator kita, karena mengizinkan polisi masuk ke kampus kita,” ujarnya.
“AS adalah bagian dari perang ini (di Gaza), pajak kami, bom kami, F-15 dan helikopter Apache kami digunakan untuk membunuh warga Palestina.”
Seorang profesor bahasa Inggris di Columbia, Jennifer Wenzel, juga menyebut bagaimana hatinya hancur saat melihat tank polisi datang dan menangkap mahasiswa.
“Saya melihat tank polisi muncul di jalan, ada sesuatu di hati saya yang hancur,” ujarnya.
“Para pengurus telah melanggar perjanjian mereka dengan universitas dan saya tidak tahu perjanjian itu akan terulang kembali … Kita sudah mempunyai peraturan, institusi, dan prosedur …. mereka memilih untuk membuang semua itu.”
Dalam sebuah konferensi pers Jaksa Manhattan mengatakan bahwa 280 penangkapan telah dilakukan di kampus Columbia dan Universitas New York (Cuny). Dicurigai ada “agitator luar”.
Namun profesor dan stasiun radio kampus yang dikelola mahasiswa, WKCR, mengatakan hanya ada mahasiswa di dalam gedung Hamilton Hall. Mahasiswa fakultas dan non-residen telah dilarang memasuki kampus sejak Selasa ketika perkemahan protes Solidaritas Gaza yang telah didirikan di halaman utama Columbia selama hampir dua minggu digerebek oleh NYPD dan dibongkar.
“Kejadian tadi malam menuntut banyak hal dari Sekolah Jurnalisme Columbia,” kata Dekan Jelani Cobb dalam sebuah email yang dikirim ke mahasiswa dan fakultas sekolah jurnalisme menanggapi peran WKCR.
“Namun kami melihat secara nyata bagaimana dedikasi wartawan terhadap kebenaran membantu kita semua memahami apa yang dipertaruhkan di masa krisis,” tegasnya.
“Ia mengatakan para mahasiswa jurnalisme Columbia kini menjadi bagian dari sejarah. Di mana mereka menderitakan kisah-kisah yang pantas didengar masyarakat global.
“Ketekunan Anda selama momen yang membingungkan dan menantang ini tidak dapat diremehkan. Anda menceritakan kisah-kisah yang pantas didengar oleh masyarakat global. Anda membantu sekilah ini mencapai misinya,” tambahnya.
Perlu diketahui pers juga dilarang memasuki kampus selama pendudukan dramatis tersebut. Ini membuat para siswa di sekolah jurnalisme Columbia mendirikan ruang redaksi sementara di Pulitzer Hall, sebuah gedung akademik tempat pemberian hadiah Pulitzer, yang terletak di seberang halaman dari Hamilton Hall.
Respons Biden
Sementara itu, dalam pernyataan terbarunya Kamis malam waktu AS, Presiden AS Joe Biden memberi konferensi pers. Ia bersikeras bahwa “ketertiban harus ditegakkan” di kampus-kampus setelah berminggu-minggu kekacauan, bentrokan dengan polisi, dan penangkapan massal.
Biden, yang tetap bungkam ketika kerusuhan mahasiswa meluas, berbicara hanya beberapa jam saja. Ia mengatakan bahwa kebebasan berbicara dan supremasi hukum harus dihormati dalam protes di kampus-kampus atas perang Israel di Gaza.
“Kami bukan negara otoriter yang mengharuskan kami membungkam orang atau membungkam perbedaan pendapat,” kata Biden yang kini menghadapi kritik dari semua sisi spektrum politik terkait demonstrasi tersebut.
“Tetapi kami juga bukan negara tanpa hukum. Kami adalah masyarakat sipil, dan ketertiban harus ditegakkan,” tambahnya.
Di sisi lain, Partai Republik menuduhnya bersikap lunak terhadap apa yang mereka katakan sebagai sentimen anti-Semit di antara para pengunjuk rasa. Sementara Biden sendiri telah menghadapi tentangan luas dari partainya sendiri atas dukungan kuatnya terhadap perang Israel di Gaza.
“Seharusnya tidak ada tempat di kampus mana pun, tidak ada tempat di Amerika untuk anti-Semitisme, atau ancaman kekerasan terhadap mahasiswa Yahudi,” kata Biden.
Negara Paling Demokrasi?
Di sisi lain, laman media sosial kini ramai dengan komentar pedas netizen terkait demokrasi di AS. Laman media sosial Instagram (IG) CNN International misalnya dipenuhi komentar sindiran warganet soal “nilai AS sebagai negara demokrasi”.
“AS adalah negara yang sama dengan negara yang kerap dikritiknya Iran dan Rusia dalam memecah demo. Ironis,” kata akun thatjustzihan yang mendapat 2694 likes.
“Kau menyebut tanah demokrasi- sejak kapan kau malah menyerang para pendemo damai,” ujar akun israaizzy.
“Jadi, protes damai bukanlah sesuatu lagi di negara ini?,” ujar akun imissboogy.
[Artikel Selanjutnya](link_berita)
(sef/sef)