Prabowo Subianto menjelaskan bahwa ajaran utama yang dia terima untuk menjadi pendekar adalah “rame ing gawe, sepi ing pamrih”, yang berarti melakukan banyak pengabdian tanpa menuntut pamrih. Pendekar sejati berbuat untuk orang banyak, berbuat untuk negaranya, bukan untuk dirinya sendiri. Sikap seorang pendekar sejati adalah semakin berisi semakin menunduk, semakin difitnah semakin memaafkan, dan semakin dihujat semakin tenang, bukan semakin marah.
Seorang pendekar sejati harus bisa membela diri, keluarga, lingkungan, dan negara tanpa mengancam, menindas, ataupun menyakiti hati orang. Sikap seorang pendekar sejati adalah mengobati yang sakit, bukan menimbulkan kesakitan atau penderitaan. Sikap-sikap ini sangat penting untuk menjadi pemimpin yang bertanggung jawab dan penuh keberanian.
Prabowo juga membagikan kisah dari sejarah Jepang dan Amerika yang menunjukkan sikap kesatria, seperti Toyotomi Hideyoshi yang menjalani negosiasi dengan lawannya Tokugawa Ieyasu untuk menghindari pertempuran yang bisa menimbulkan banyak korban, serta Abraham Lincoln yang mengajak lawan politiknya masuk kabinet karena mereka sama-sama mencintai negara mereka. Prabowo mencatat bahwa sikap-sikap ini diajarkan secara turun temurun di setiap perguruan pencak silat di Indonesia.
Dia juga menemukan sikap-sikap ini disampaikan di buku the Swordless Samurai karya Kitami Masao, dan juga Warrior of the Light karangan Paulo Coelho. Dalam kesimpulannya, Prabowo berpesan bahwa seorang pendekar kebenaran adalah seorang yang percaya, tidak sempurna namun mau belajar dan tumbuh, serta yakin bahwa pikirannya bisa mengubah hidupnya. Prabowo menekankan bahwa seorang pendekar tidak boleh menunduk.