Hamas vs Israel: Kemarahan Ratu Arab

by -93 Views

Jakarta, CNBC Indonesia – Konflik senjata antara Israel dan kelompok pejuang Palestina, Hamas, juga melibatkan Amerika Serikat (AS). Banyak yang menganggap bahwa Washington mendukung Israel secara tidak adil dalam menanggapi konflik tersebut.

Dalam 20 bulan terakhir, AS terus mengutuk kekejaman yang dilakukan Rusia di Ukraina. Washington menganggap aksi Rusia tersebut ilegal dan kejam, dengan menuduh Moskow melakukan pembunuhan terhadap sipil.

Namun, hal yang berbeda terjadi di Gaza. Meski ada ribuan korban jiwa akibat serangan udara Israel, pemerintah AS yang dipimpin oleh Presiden Joe Biden belum mengeluarkan kecaman terhadap Israel.

Sebaliknya, AS justru membela Israel dengan mengklaim bahwa Israel sedang membela diri. Mereka juga menyatakan bahwa mereka mendukung Zionisme, yaitu keyakinan bahwa Israel harus berdiri di wilayah Bukit Sion yang sebenarnya milik Palestina.

Hal ini menuai reaksi negatif, salah satunya dari Ratu Yordania, Ratu Rania. Dalam wawancara dengan CNN International, ia mempertanyakan bagaimana AS dan sebagian negara Barat menanggapi serangan Israel terhadap Palestina.

Ratu Rania mengatakan bahwa dalam beberapa minggu terakhir, dunia telah menyaksikan adanya standar ganda yang mencolok. Ketika ada serangan terjadi pada tanggal 7 Oktober, dunia langsung mendukung Israel tanpa mempertimbangkan korban sipil. Ia juga mempertanyakan apakah membunuh keluarga dan warga sipil dengan senjata adalah hal yang benar, dan mengapa dunia tidak mengutuk tindakan tersebut.

Situasi di Gaza semakin memburuk setelah Israel terus melakukan serangan sporadis. Serangan ini dilakukan oleh Israel untuk menghancurkan Hamas, kelompok yang menyerang Israel pada tanggal 7 Oktober dan menewaskan 1.400 warga Palestina.

Namun, serangan Israel juga mengakibatkan kerusakan besar bagi warga sipil. Jumlah korban tewas di Gaza telah mencapai setidaknya 5.700 orang.

Selain serangan udara, Israel juga memutus akses bahan logistik, air, dan utilitas ke Gaza. Kondisi ini mengancam kehidupan warga Gaza, terutama dalam hal fasilitas kesehatan yang kekurangan obat-obatan dan listrik.

Para pemimpin Arab, seperti Yordania, Mesir, dan Otoritas Palestina, telah menyuarakan kekecewaan mereka terhadap sikap AS yang enggan menghentikan blokade Israel terhadap Gaza. Beberapa negara tersebut bahkan menarik diri dari pertemuan dengan Presiden AS Joe Biden.

Tak hanya itu, kekhawatiran juga timbul bahwa konflik ini dapat meluas ke negara-negara tetangga di Timur Tengah. Israel mendorong warga Gaza untuk pindah ke selatan sebelum dilakukannya operasi darat.

Namun, langkah ini mendapatkan protes keras dari Yordania dan Mesir yang menganggap tindakan tersebut dapat memicu perang. Mereka menegaskan bahwa mereka tidak akan menerima pengungsi Palestina yang melarikan diri dari Gaza.

Perintah Israel tersebut juga dikritik oleh Dewan Pengungsi Norwegia yang menyatakan bahwa memaksa warga sipil Gaza untuk pindah merupakan kejahatan perang berupa pemindahan paksa.

Artikel Selanjutnya:
Penampakan ‘Kuburan’ Mobil di Perbatasan Israel

(luc/luc)