Mati Harganya! Tidak Ada Pilihan RI Gagal Mencapai Status Negara Maju pada 2045

by -126 Views

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas menanggapi penelitian LPEM FEB UI yang memprediksi kemungkinan Indonesia gagal menjadi negara maju pada tahun 2045. Penelitian tersebut terdokumentasi dalam White Paper dari LPEM bagi Indonesia: Agenda Ekonomi dan Masyarakat 2024-2029.

Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, Amalia Adininggar Widyasanti, menyatakan bahwa pemerintah tidak memiliki pilihan selain memastikan Indonesia meraih status negara maju pada tahun 2045. Meskipun ia mengakui adanya potensi kegagalan jika pertumbuhan ekonomi stagnan pada level 5% seperti saat ini.

“Menurut perhitungan kami, jika pertumbuhan ekonomi hanya 5%, kita tidak akan keluar dari middle income trap dan menjadi negara maju. Namun, untuk mencapai status negara maju sebelum tahun 2045, pertumbuhan ekonomi harus minimal rata-rata 6% per tahun,” kata Amalia kepada CNBC Indonesia.

Amalia, yang juga Pelaksana Tugas Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), menekankan bahwa meskipun pertumbuhan ekonomi saat ini masih berada di kisaran 5%, Indonesia tidak boleh mencari opsi lain untuk menghindari kegagalan menjadi negara maju pada tahun 2045. Ia menyarankan agar Indonesia tidak hanya fokus memperbaiki kelas menengah hingga pada akhirnya maju pada tahun 2065 seperti yang disarankan oleh LPEM FEB UI.

Menurut Amalia, Indonesia akan kehilangan momentum untuk maju setelah bonus demografi selesai pada tahun 2030. Hal ini tercermin dari rendahnya rasio ketergantungan atau dependency ratio yang hanya terjadi dalam waktu 15 tahun ke depan. Rasio ketergantungan mengacu pada perbandingan antara jumlah penduduk usia 0-14 tahun dan 65 tahun ke atas dengan jumlah penduduk usia 15-64 tahun.

“Jangan kita lewatkan momentum saat ini. Kita memiliki bonus demografi, yaitu momentum emas yang harus kita manfaatkan. Jangan menunda cita-cita besar kita, saat ini pertanyaannya adalah bagaimana kita dapat mencapai cita-cita itu dalam kurun waktu kurang dari 20 tahun,” ungkapnya.

Amalia menegaskan bahwa pemerintah telah memahami bahwa Indonesia tidak akan lepas dari middle income trap sebelum tahun 2045 jika ekonomi hanya tumbuh 5%. Oleh karena itu, pemerintah sudah merancang sejumlah strategi transformasi yang disarankan oleh LPEM FEB UI dalam White Paper tersebut dalam RPJPN 2025-2045. Strategi tersebut meliputi transformasi sosial, transformasi ekonomi, dan transformasi tata kelola.

Dalam transformasi sosial, terdapat kebijakan untuk menciptakan pendidikan berkualitas dan merata, jaminan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia, dan perlindungan sosial yang adaptif. Indikatornya antara lain adalah peningkatan rata-rata nilai PISA pada 2025 untuk sains, peningkatan usia harapan hidup, dan penurunan tingkat kemiskinan.

Transformasi ekonomi meliputi fokus pada pengembangan riset dan inovasi, penerapan ekonomi hijau, transformasi digital, integrasi ekonomi domestik dan global, serta perkembangan kota sebagai pusat pertumbuhan ekonomi. Indikatornya antara lain adalah peningkatan rasio PDB industri pengolahan, peningkatan pengeluaran iptek dan inovasi, dan peningkatan ekspor barang dan jasa.

Sementara itu, transformasi tata kelola dilaksanakan melalui pembuatan regulasi dan tata kelola yang berintegritas dan adaptif. Stabilitas ekonomi makro juga menjadi landasan transformasi tersebut. Indikatornya antara lain adalah peningkatan rasio pajak terhadap PDB, penurunan tingkat inflasi, dan peningkatan total kredit per PDB.

Amalia menyampaikan bahwa mencapai cita-cita ini merupakan suatu upaya yang harus dilakukan secara bersama-sama oleh akademisi, masyarakat, pemerintah, dan swasta. Dengan adanya kesadaran dan keyakinan yang sama, mencapai cita-cita tersebut akan menjadi lebih mudah.