Dapatkah Niat Qurban dan Aqiqah Digabungkan?

by -152 Views

Pada hari Iduladha, umat Muslim melaksanakan ritual pemotongan hewan qurban. Namun, bagaimana jika seseorang berkurban tapi dia juga memiliki niat menjadikannya sebagai aqiqah untuk anaknya.

Dalam hal ini, bolehkah menggabungkan niat qurban dan aqiqah sekaligus? Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ahmad Zubaidi MA menyampaikan penjelasan soal itu.

Ada tiga ibadah yang bentuknya penyembelihan hewan, yaitu aqiqah, athirah (rojabiyah), dan qurban. Aqiqah adalah penyembelihan hewan kambing pada hari ketujuh kelahiran seorang anak.

Sedangkan athirah adalah penyembelihan kambing pada bulan Rajab, yang dilakukan oleh orang jahiliyah Arab, lalu dipertahankan dalam ajaran Islam. Karena dilaksanakan pada bulan Rajab, athirah disebut juga rojabiyah.

Sedangkan qurban atau juga disebut udhiyah adalah penyembelihan hewan ternak berupa unta atau sapi dan sejenisnya, atau kambing, pada hari nahar untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Inilah mengapa disebut qurban.

Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa ibadah penyembelihan hewan, yakni aqiqah, athirah dan rojabiyah telah dihapus dengan disyariatkannya qurban atau udhiyah. Namun hukum aqiqah tetap dibolehkan, meski tidak disunnahkan.

Hukum berqurban, menurut pendapat Hanafiyah, adalah wajib dilaksanakan bagi yang mampu setiap tahun. Sedangkan jumhur ulama, selain Hanafiyah, berqurban termasuk juga aqiqah adalah sunnah dan athirah tidak disunnahkan.

Aqiqah dan qurban adalah dua ibadah yang berbeda. Dasar penetapannya pun berbeda. Dasar penetapan aqiqah adalah di antaranya sebagaimana hadits riwayat Abu Daud dan An-Nasa’i dari jalur Ibnu Abbas. Rasulullah SAW bersabda, “Mengaqiqahi Hasan dan Husein masing-masing dengan satu kambing kibas.”

Juga hadits dari Samurah, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya, yang disembelih pada hari ketujuh kelahirannya, dicukur dan diberi nama.” (HR Ahmad dan Arba’ah, dishahihkan Imam Tirmidzi)

Sedangkan ibadah qurban, pensyariatannya antara lain berdasarkan firman Allah SWT dalam Surah Al-Kautsar ayat 2, “Maka shalatlah kepada Tuhanmu dan berqurbanlah.”

Pensyariatan qurban juga didasarkan pada hadits. Dalam riwayat Ibnu Majah, Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang memiliki kemampuan (keluasan rezeki) dan tidak berqurban, maka jangan dekati tampat shalat kami.” Selain itu, ijma kaum Muslimin juga mensyariatkan qurban.

Adapun hikmah disyariatkannya aqiqah adalah sebagai ungkapan syukur atas kelahiran anak. Dengan memberikan daging penyembelihan, diharapkan sang anak nantinya menjadi anak yang shaleh, dermawan dan bermanfaat baik di dunia maupun di akhirat nanti untuk kedua orang tuanya. Aqiqah juga sebagai tebusan kedua orang tua terhadap anak-anaknya.

Sedangkan hikmah disyariatkannya qurban, adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan berpasrah bahwa apa yang Allah SWT berikan kapan pun bisa kembali diambil oleh Allah SWT.

Qurban juga memiliki nilai sosial untuk membantu orang-orang yang tidak mampu agar mereka dapat merasakan makanan yang enak dan bergizi. Qurban juga merupakan penebusan seseorang terhadap diri sendiri untuk mendapatkan kebebasan dari siksa api neraka.

Karena itu, Kiai Zubaidi menyampaikan, pelaksanaan qurban dan aqidah tidak bisa digabung dalam niatnya. Karena keduanya adalah ibadah yang berbeda, dan dengan tujuan yang berbeda pula. Demikian juga menurut madzhab Syafi’i dan Maliki. Maka, seseorang tidak boleh menggabungkan pelaksanaan qurban dengan aqiqah walaupun misalnya jatuh pada hari yang sama.

Bahkan salah seorang ulama Syafi’iyah, Al-Haitami menegaskan jika seseorang berniat satu kambing untuk qurban dan aqiqah sekaligus, keduanya sama-sama tidak dianggap. Karena, seperti dijelaskan Al-Haitami dalam ‘Tuhfatul Muhtaj Syarh Al-Minhaj’, maksud dari qurban dan aqiqah itu berbeda.

Namun, ada pengecualian bagi orang yang tidak mampu. Kiai Zubaidi menuturkan, orang yang tidak mampu bisa menggabungkan niatnya jika pelaksanaan aqiqah bertepatan dengan pelaksanaan qurban.

Imam Ahmad bin Hanbal (Mazhab Hanbali), Imam Abu Hanifah (Mazhab Hanafi), dan beberapa ulama lain seperti Hasan Basri, Ibnu Sirin, dan Qatadah, membolehkan penggabungan niat qurban dan aqiqah, dengan catatan jika waktu pelaksanaan qurban dan aqiqah bersamaan. Tetapi tidak ada pendapat yang menyatakan boleh secara mutlak. (*)

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News.