Jakarta, CNBC Indonesia – Saat ini, keadaan di Kuba sangat berbeda dengan yang terjadi pada era 1960-an. Negara komunis di Amerika Latin ini dilaporkan tengah mengalami krisis ekonomi.
Inflasi rata-rata tahunan Kuba mencapai hampir 50% per tahun selama tiga tahun terakhir. Produk domestik bruto juga mengalami penurunan sebesar 2%. Selain itu, harga bensin di negara tersebut juga naik hingga lima kali lipat.
Situasi ini sangat kontras dengan masa lalu, dimana Kuba memiliki program Libreta yang berjalan sejak tahun 1963. Program ini memberikan makanan mewah kepada masyarakat Kuba, mulai dari hamburger, ikan, susu, coklat, bir, hingga kue ulang tahun dan pernikahan.
Namun pada tahun 1990, krisis mulai melanda Kuba setelah bantuan dari Uni Soviet dihentikan karena kejatuhan rezim komunis tersebut. Keadaan terus memburuk dari waktu ke waktu, dimana kelangkaan makanan mulai dirasakan oleh masyarakat.
Kondisi buruk ini juga mendorong banyak warga Kuba untuk pindah ke luar negeri. Hampir setengah juta warga Kuba pindah ke Amerika Serikat dan ribuan lainnya berimigrasi ke Eropa dalam dua tahun terakhir.
Pemerintah Kuba menyebutkan tiga alasan utama dari kondisi negara tersebut, yaitu kerusakan ekonomi akibat pandemi Covid-19, sanksi yang diberlakukan oleh AS, dan perubahan makroekonomi.
Sekarang, toko-toko swasta di Kuba mampu menyediakan berbagai produk kebutuhan sehari-hari dengan harga yang tidak terjangkau oleh sebagian besar penduduk. Wakil Menteri Luar Negeri Carlos Fernández de Cossío menyatakan bahwa kondisi tersebut sebagai dampak dari situasi ekonomi saat ini.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya:
Dulu Negara Kaya Kini Bangkrut, Harga BBM-nya Naik 500%
(luc/luc)