Kepala biro politik Hamas, Ismail Haniyeh, memberikan sinyal damai kepada Israel di wilayah Palestina, Gaza. Dalam pidatonya yang disiarkan di televisi, Ismail Haniyeh menyatakan bahwa Hamas siap untuk berdialog dengan Israel dan berharap dapat menciptakan “rumah Palestina” baik di Tepi Barat maupun Jalur Gaza di masa depan. Meskipun demikian, ia kemudian memperingatkan bahwa segala upaya untuk mengecualikan Hamas dan kelompok bersenjata lainnya dari penyelesaian pasca perang akan menjadi sebuah ilusi dan faksi perlawanan harus dilibatkan dalam proses tersebut.
Serangan Israel di Gaza yang dimulai pada tanggal 7 Oktober dilakukan sebagai balasan atas serangan Hamas yang menembus tembok perbatasan dan menyerbu pemukiman dan pangkalan militer di Israel selatan. Dalam serangan tersebut, lebih dari 1.200 orang tewas dan puluhan ribu warga Gaza terluka. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bahkan menyatakan bahwa negara Palestina tidak mungkin terwujud dan menolak untuk mengulangi kesalahan Perjanjian Oslo yang menciptakan peta jalan bagi negara Palestina yang berdaulat.
Meskipun Amerika Serikat telah menyuarakan dukungannya untuk “jeda” singkat dalam pertempuran, mereka tetap menentang gencatan senjata yang lebih panjang. AS menyatakan bahwa hal itu hanya akan membantu Hamas. Lebih dari 30 tahun kemudian, pasukan Israel terus menduduki Tepi Barat dengan adanya wilayah pemukiman Yahudi yang berkembang, sedangkan Pemerintah Israel mempertahankan blokade ketat di Jalur Gaza.