Pagi itu di Bontang, hari Hardiknas 2025 bukanlah seperti biasanya. Ketika rombongan guru SDN 011 Bontang Selatan tampil di tengah lapangan dengan angklung bambu, kegembiraan tak terduga pun terjadi. Dipimpin oleh kepala sekolah mereka, Koriyatin, angklung tersebut memainkan lagu-lagu perjuangan yang membuat suasana semakin meriah. Tak hanya lagu formal, tetapi juga lagu riang seperti “Manuk Dadali” dan “Rungkad” yang membuat semua ikut bergoyang dan bersemangat.
Dibalik keselarasan angklung itu, terdapat harmoni alat musik tradisional lain seperti Gambang, dhendhem, tripok, dug dong, dan cajon modern yang dipadukan oleh Joko Purwoko, atau Pakde Joko, seorang guru musik tradisional di Bontang. Kehadiran Pakde Joko tidak hanya membangkitkan semangat tetapi juga melibatkan Wali Kota Bontang dan para peserta upacara lainnya dalam keceriaan tersebut.
Peringatan Hardiknas di Bontang pagi itu tidak hanya membawa pesan pendidikan, melainkan juga budaya, kolaborasi, kreativitas, dan kebersamaan. Dalam dentingan angklung yang merdu, pesan bahwa pendidikan yang baik tidak hanya tentang angka dan ujian, tetapi juga tentang kegembiraan, budaya, dan cinta pada tanah air terasa begitu nyata. Karena pada dasarnya, pendidikan dan nasionalisme tidak harus selalu kaku dan formal, cukup dengan semangat tulus dan kebersamaan, semua itu dapat diwujudkan.