Ada kalanya seseorang merasa harus terus berkata “ya” demi menjaga hubungan tetap baik dengan orang lain. Mulai dari menyetujui pendapat yang sebenarnya tidak terlalu diyakini, sampai mengiyakan permintaan yang membuat lelah, hanya karena takut mengecewakan. Sekilas, sikap ini terlihat sebagai bentuk kepedulian. Tapi tanpa disadari, kebiasaan tersebut bisa berkembang jadi sesuatu yang rumit dan melelahkan. Keinginan untuk selalu membuat orang lain senang sering kali dibungkus dengan niat yang terlihat baik ingin membantu, menjaga hubungan tetap harmonis, atau takut dianggap egois. Namun, di balik sikap yang terlihat ramah dan penuh perhatian itu, tak jarang tersimpan rasa lelah, cemas bahkan kehilangan arah dalam menjalani hidup. Jika berlangsung terus-menerus, kondisi ini bisa berpengaruh besar terhadap kesehatan mental. People pleaser sebenarnya bukanlah istilah medis, melainkan istilah yang digunakan untuk menggambarkan seseorang yang memiliki kecenderungan untuk selalu menyenangkan orang lain, meskipun harus mengorbankan kebutuhan dan keinginannya sendiri. Sangat wajar jika kita ingin disukai dan diterima, apalagi dalam lingkungan sosial yang dekat. Namun, berbeda dengan sikap tolong-menolong sesekali, menjadi people pleaser adalah pola yang sulit dihentikan.
Orang dengan kecenderungan ini biasanya merasa tidak nyaman jika harus menolak sesuatu, menyembunyikan perasaannya, atau terlalu banyak menyetujui hal-hal yang sebenarnya tidak sejalan dengan dirinya. Meskipun bisa membuat orang lain senang, kebiasaan ini sering kali justru melelahkan secara emosional. Orang yang terlalu sering memprioritaskan kebutuhan orang lain akhirnya jarang punya waktu dan ruang untuk dirinya sendiri. Beberapa tanda umum dari perilaku people-pleasing antara lain sulit berkata “tidak”, terlalu memikirkan pendapat orang lain, merasa bersalah jika menolak permintaan orang lain, takut dianggap jahat atau egois, menyetujui hal-hal yang tidak diinginkan, merasa rendah diri, sering meminta maaf, bahkan saat tidak bersalah, mengambil tanggung jawab atas kesalahan yang bukan miliknya, selalu sibuk membantu orang lain hingga tak punya waktu luang, mengabaikan kebutuhan pribadi demi orang lain, dan berpura-pura setuju agar tidak memicu konflik. Menjadi orang yang peduli dan perhatian tentu bukan hal buruk. Namun, jika dilakukan berlebihan dan terus-menerus, perilaku ini bisa membawa dampak negatif pada kesehatan mental seperti marah dan frustrasi, cemas dan stres, kehilangan kemauan diri (willpower), kehilangan jati diri, dan hubungan tidak seimbang.
Ciri-ciri People Pleaser: Hindari Jebakan Kebiasaan Ini
