Diserahkan ke Kejari PPU, Eks Direktur dan Kabag Keuangan Perumda Benuo Taka Dilaporkan Terlibat Korupsi Rp2,3 Miliar

by -201 Views

PENAJAM – Mantan Direktur Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Benuo Taka, berinisial HY, dan mantan Kepala Bagian Keuangan, KA, resmi diserahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur, Jumat, 6 September 2024.

Keduanya diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi terkait penggelapan dana retribusi Pelabuhan Benuo Taka dengan total kerugian negara mencapai Rp2,3 miliar selama periode 2021–2022.

Faisal Arifudin, Kepala Kejari PPU, dalam keterangannya menyatakan bahwa kasus korupsi ini telah memasuki tahap dua, di mana tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti telah diserahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk proses hukum lebih lanjut.

“Kasus ini sudah siap untuk masuk ke pengadilan setelah berkas dinyatakan lengkap secara formil dan materil,” ujar Faisal.

Kasus korupsi ini berawal dari pengelolaan Pelabuhan Buluminung oleh Perumda Benuo Taka sejak Juni 2021. Namun, penarikan dana retribusi yang dilakukan oleh HY dan KA tidak dapat dipertanggungjawabkan, sehingga menyebabkan kerugian negara. Berdasarkan penyelidikan, dana tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi, tidak sesuai dengan rencana kerja perusahaan.

“Modus operandi mereka adalah menggunakan dana retribusi untuk kepentingan pribadi tanpa rencana bisnis yang jelas, sehingga negara dirugikan sebesar Rp2,3 miliar lebih,” tegas Kajari.

Dalam perkembangan terbaru, pihak Kejari PPU telah menerima titipan uang pengganti kerugian negara dari tersangka HY melalui keluarganya. Uang sebesar Rp1 miliar lebih tersebut telah disetorkan ke Rekening Pemerintah Lainnya (RPL) di Bank Mandiri Cabang Penajam, Kamis (5/9/2024).

“Ini adalah bagian dari upaya pengembalian kerugian negara. Kami akan terus memproses kasus ini hingga tuntas,” ujar Faisal.

Fakta mengejutkan lainnya, HY dan KA ternyata adalah residivis kasus korupsi yang pernah terlibat dalam penggelapan penyertaan modal Perumda Benuo Taka pada 2019–2021 yang merugikan negara sebesar Rp14,4 miliar.

Kasus tersebut sebelumnya ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2023. Saat ini, kedua tersangka telah diserahkan ke Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Samarinda pada 27 Agustus 2024 dalam keadaan sehat jasmani dan rohani.

Mereka akan menghadapi proses persidangan atas tuduhan pelanggaran Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1), (2), dan (3) UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001. (*)