Diplomacy in the Prabowo Era: Legacy and Insights from Prof. Sumitro Djojohadikusumo

by -137 Views

Bagaimana Tampaknya Diplomasi Luar Negeri Indonesia di Era Presiden Prabowo Subianto?

Sebagai putra Sumitro Djojohadikusumo, banyak yang menduga bahwa banyak strategi diplomasi Prof. Sumitro akan diwarisi dan dilaksanakan oleh putranya, Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Pendekatan ini melibatkan memanfaatkan kekuatan naratif dan kekerabatan untuk membangun kekuatan lunak Indonesia.
Dikenal sebagai seorang ekonom Indonesia terkemuka, tidak banyak yang tahu bahwa Prof. Sumitro juga merupakan seorang diplomat yang luar biasa.
Salah satu contoh signifikan dari upaya diplomasi Prof. Sumitro terdokumentasi dalam sebuah artikel New York Times.
Permohonan Sumitro pada usia 31 tahun kepada Pemerintah AS, yang dipublikasikan di New York Times pada 21 Desember 1948, berhasil menghentikan aliran dana bantuan Amerika ke Belanda, yang digunakan untuk operasi militer Belanda setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Prof. Sumitro menulis:
“Kampanye militer Belanda saat ini sangat disayangkan membawa pada realisasi mengerikan ketakutan yang ada dalam pikiran semua orang yang bermaksud baik. Dalam sejarah modern bangsa hanya pengkhianatan Signor Mussolini pada tahun 1940 dan serangan mendadak Jepang ke Pearl Harbor pada tahun 1941 bisa dibandingkan dengan tindakan Belanda yang tercela ini tanpa peringatan.”
“Tidak ada pilihan lain bagi Republik Indonesia selain menjalani kehidupannya sendiri dan berjuang sebaik mungkin sebagai negara yang mandiri dan berdaulat.”
“Kami dengan hormat namun mendesak meminta Pemerintah Amerika Serikat untuk menghentikan pemberian dolar Amerika kepada Belanda dalam Program Pemulihan Eropa atau cara lain.”
Pada saat itu, Sumitro Djojohadikusumo, ayah Prabowo Subianto, menjabat sebagai Ketua Delegasi Indonesia Sementara ke Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Setelah Perang Dunia II, Belanda pada dasarnya bangkrut dan bergantung pada bantuan rekonstruksi Amerika di bawah Rencana Marshall, yang disalahgunakan untuk mendanai operasi militer di Indonesia.
Sumitro, yang saat itu baru berusia 31 tahun, ditugaskan oleh Presiden Sukarno untuk menghentikan dana Amerika yang digunakan oleh Belanda untuk ambisi kolonialnya di Indonesia.
Sumitro melakukan lobi kepada pejabat AS di Washington dan Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York.
Berkat upaya Sumitro, Menteri Luar Negeri AS Robert A. Lovett akhirnya menghentikan bantuan ke Belanda, karena klaim Sumitro terbukti: dana tersebut digunakan untuk operasi militer di Indonesia.
Pemberhentian bantuan memaksa Belanda untuk bernegosiasi dengan Indonesia di Konferensi Meja Bundar, akhirnya mengakui kemerdekaan Indonesia.
Usia muda Sumitro dan kecerdasannya dalam narasi dan negosiasi, serta keterampilan jaringan internasionalnya, membuat Presiden Sukarno menugaskan tugas penting seperti itu padanya.
Keberhasilan diplomasi naratif dan kekerabatan Sumitro memainkan peran penting dalam mengamankan kemerdekaan Indonesia setelah proklamasi.
Presiden Sukarno menunjuk Sumitro sebagai Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat pada usia 33 tahun.

Source link