Legislator Menganggap Teknologi sebagai Hal yang Vital dalam Kegiatan Intelijen

by -107 Views

Legislator: Teknologi Penting dalam Intelijen

Anggota Komisi 1 DPR RI, Mayor Jenderal TNI (Purn) Tubagus (TB) Hasanuddin menjelaskan tentang UU No 17 Tahun 2017. Menurutnya, aturan ini disusun dan disahkan untuk mengikuti perkembangan zaman dan kemajuan teknologi.

Selain itu, aturan ini juga dibuat untuk mengatur praktik intelijen. Meskipun masih terdapat banyak kekurangan yang perlu diperbaiki dalam hal penyadapan. “Namun, penyadapan tetap penting dilakukan untuk mengungkap tindakan kriminal yang dapat merugikan masyarakat,” ujar TB Hasanuddin.

Menurut laporan alat sadap Amnesty International, terdapat berbagai bentuk ancaman terhadap data pribadi yang harus diwaspadai. Oleh karena itu, penting untuk mengadopsi praktik keamanan siber yang kuat, seperti penggunaan kata sandi yang kompleks, aktivasi autentikasi dua faktor, dan menjaga perangkat lunak tetap terbarui.

Hal tersebut diungkapkan TB Hasanuddin saat menjadi pembicara dalam Seminar yang diselenggarakan oleh Center for Security and Foreign Affairs Universitas Kristen Indonesia (CESFAS UKI) bekerja sama dengan Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Indonesia (UI) dengan tema “Aturan Tambahan dalam Spionase: Jejaring atau Kuasa, Sebuah Diskursus”, belum lama ini.

Namun, TB Hasanuddin juga menekankan pentingnya penyadapan dilakukan hanya demi kepentingan negara sebagai prioritas utama dan mematuhi prinsip dasar intelijen, yaitu keberhasilan yang tidak diungkapkan dan kegagalan yang tidak diketahui.

Pada prinsipnya, Tubagus Hasanudin juga mempertimbangkan moral dan etika aparat dalam melaksanakan praktik penyadapan agar tidak disalahgunakan.

Dalam Seminar tersebut, TB Hasanuddin juga berbicara tentang pengalaman dan pandangannya mengenai intelijen. TB Hasanuddin, membahas evolusi intelijen dari masa lalu hingga sekarang, pentingnya teknologi dalam kegiatan intelijen, serta tantangan yang dihadapi dalam penyadapan.

“Dulu, operasi intelijen dilakukan dengan sumber daya yang terbatas dan teknologi yang kurang memadai, sehingga situasinya sering disebut sebagai senyap dan berbahaya,” kata TB Hasanuddin.

Seminar tersebut dibuka dengan sambutan oleh Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Kristen Indonesia (FISIP UKI), Verdinand Robertua, yang menyatakan bahwa kegiatan ini sangat penting untuk memperkaya pendidikan, terutama dalam bidang keamanan, ekonomi, dan lingkungan, serta memberikan wawasan baru.

Sebagai moderator Seminar, Direktur CESFAS, Darynaufal Mulyaman, menekankan pentingnya berdiskusi mengenai aturan baru yang dibutuhkan dalam penyadapan oleh POLRI, TNI, dan kebebasan pers, serta implikasinya terhadap keamanan nasional dan sipil.

Seminar ini bertujuan untuk membahas isu spyware dan menekankan pentingnya regulasi yang dapat membantu mengakomodasi keamanan nasional dan hak-hak sipil secara seimbang. Dengan adanya berbagai pakar dan praktisi di bidang ini, diharapkan Seminar ini dapat memberikan kontribusi positif dalam pembentukan kebijakan yang lebih baik di masa depan.

Selain itu, Seminar ini juga menyoroti pentingnya regulasi yang seimbang antara keamanan nasional dan hak-hak sipil. Melalui diskusi mendalam dan berbagai pandangan dari ahli dan praktisi, acara ini berhasil membuka wawasan baru dan ruang dialog yang konstruktif mengenai regulasi spionase di Indonesia. Dengan demikian, Indonesia dapat menghadapi tantangan keamanan yang semakin kompleks di era digital ini dengan lebih siap dan responsif.

Source link