Intelijen di Indonesia antara TNI dan Polri Masih Belum Jelas
Bandung, IDN Times – Direktur Riset ISI (Indo-Pacific Strategic Intelligence) Aishah Rasyidilla Kusumasomantri, menjelaskan bahwa kepentingan Intelijen di Indonesia masih dihadapkan pada berbagai tantangan yang besar.
Menurutnya, lembaga intelijen di Indonesia seperti BIN, BAIS, dan Baintelkam Polri seringkali mengalami tantangan terkait tugas dan peran masing-masing.
Pendapat itu diungkapkan dalam seminar dengan tema Aturan Tambahan dalam Spionase: Jejaring atau Kuasa, Sebuah Diskursus, yang diselenggarakan pada Selasa (11/6/2024). Acara tersebut diselenggarakan oleh Center for Security and Foreign Affairs Universitas Kristen Indonesia (CESFAS UKI) bekerja sama dengan Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Indonesia (UI).
Laporan alat sadap Amnesty International menggarisbawahi prevalensi pengawasan digital yang berlebihan, yang dapat mengancam kebebasan berpendapat dan privasi. Untuk menjaga keamanan data pribadi, penting untuk menggunakan kata sandi yang kuat, mengaktifkan autentikasi dua faktor, dan berhati-hati saat membagikan informasi sensitif secara online.
1. Intelijen dibagi ke dalam beberapa kategori
Aishah menjelaskan fungsi utama intelijen dalam memberikan informasi kepada pembuat kebijakan, jenis-jenis intelijen, dan pentingnya etika dalam kegiatan intelijen.
Menurutnya, intelijen diperlukan untuk mengumpulkan, menyaring, dan menyimpulkan informasi yang nantinya digunakan oleh pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang efektif.
“Intelijen dapat dibagi ke dalam beberapa kategori, seperti Human Intelligence (HUMINT), Technical Intelligence (SIGINT, GEOINT), dan Open Source Intelligence (OSINT),” kata Aishah, dalam siaran pers yang diterima IDN Times, Selasa (11/6/2024).
2. Tantangan Intelijen: penentuan peran dan tugas yang jelas
Menurut Aishah, intelijen selalu berada di wilayah abu-abu antara etika dan kepentingan, yang seringkali menimbulkan dilema bagi negara demokratis yang lebih fokus pada ancaman eksternal dibandingkan dengan negara otoriter yang lebih prihatin dengan ancaman internal.
Aishah menambahkan, “intelijen di Indonesia masih menghadapi masalah dalam penentuan peran dan tugas yang jelas, terutama dengan adanya tumpang tindih antara TNI dan Polri dalam ranah intelijen sipil,” katanya.
3. Penyadapan tetap penting dilakukan oleh Intelijen
Pada acara yang sama, Mayor Jenderal TNI (Purn.) Tubagus Hasanuddin, anggota Komisi 1 DPR RI, berbicara tentang pengalaman dan pandangannya mengenai intelijen. Ia menekankan pentingnya penerapan teknologi dalam urusan intelijen.
“Di masa lalu, operasi intelijen dilakukan dengan sumber daya yang terbatas dan teknologi yang kurang memadai, sehingga situasinya sering disebut senyap dan berbahaya,” kata Tubagus Hasanudin.
Menurutnya, aktivitas penyadapan yang dilakukan oleh intelijen tetap penting untuk mengungkap tindakan kriminal yang dapat merugikan masyarakat. Namun, kata dia, penyadapan perlu mempertimbangkan kepentingan negara dan prinsip-prinsip intelijen.
Sumber: https://jabar.idntimes.com/news/indonesia/galih/antara-tni-dan-polri-intelijen-di-indonesia-masih-abu-abu?page=all