JK Jadi Saksi Kasus LNG: Kebijakan Kami Hanya Atur!

by -119 Views

Jakarta, CNBC Indonesia – Wakil Presiden (Wapres) RI ke 10 dan ke 12 Jusuf Kalla (JK) angkat bicara dalam persidangan kasus korupsi pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) yang melibatkan mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Galaila Karen Agustiawan.

JK menegaskan bahwa sebagai pemerintah pada saat itu, pihaknya hanya memperhatikan sebuah kebijakan, tidak memperhatikan hal-hal yang bersifat teknis seperti pengadaan atau pembelian gas.

Hal tersebut dikemukakan JK setelah ia ditanya tentang Perpres No.5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. “Sekali lagi, pemerintah, Presiden hanya mengatur kebijakan,” kata JK, yang hadir sebagai saksi meringankan untuk Karen di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, seperti dilansir CNNIndonesia, Kamis (16/5/2024).

JK menjelaskan bahwa urusan teknis pembelian LNG dan komoditas energi sepenuhnya diatur oleh PT Pertamina, perusahaan pelat merah yang bergerak di sektor energi. “Teknisnya oleh Pertamina, jadi, presiden tidak sampai pada urusan seperti ini, membeli di sini, tidak,” ujar JK.

“Ibu ini mengambil keputusan bersama tentang teknisnya, apakah membeli di mana itu tidak diatur oleh instansi lain. Hanya oleh Pertamina sebagai lembaga atau perusahaan bisnis yang memiliki kewenangan,” tambahnya.

Karen Agustiawan, yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina periode 2009-2014, didakwa merugikan keuangan negara sebesar US$113 juta dalam kasus dugaan korupsi terkait pengadaan LNG tahun 2011-2021.

Dalam surat dakwaan jaksa KPK, Karen disebut telah memperkaya diri sebesar Rp1.091.280.281 dan US$104.016. Karen juga disebut telah memperkaya korporasi Corpus Christi Liquefaction LLC sebesar US$113.839.186.

Berdasarkan hasil investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI pada 29 Desember 2023, Karen memberikan persetujuan pengembangan LNG di Amerika Serikat tanpa panduan yang jelas.

Karen hanya memberikan izin prinsip tanpa didukung oleh dasar justifikasi analisis ekonomis dan analisis risiko. Karen didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.