Biden Menyebut Alasan Mengapa Ibu Kota Indonesia Harus Pindah dari Jawa

by -208 Views

Pemerintah semakin serius dalam memindahkan ibu kota negara (IKN) RI dari Jakarta di Pulau Jawa ke Nusantara di Pulau Kalimantan. Terbaru, Jakarta akan dijadikan sebagai provinsi kawasan aglomerasi setelah melepas kedudukannya sebagai daerah khusus ibukota atau DKI. Hal ini tercantum dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta yang telah disepakati oleh para anggota dewan sebagai RUU usulan inisiatif DPR. Kawasan aglomerasi didefinisikan sebagai kawasan perkotaan dalam konteks perencanaan wilayah yang menyatukan pengelolaan beberapa daerah kota dan kabupaten dengan kota induknya, sekalipun berbeda dari sisi administrasi.

Pusat pertumbuhan ekonomi nasional berskala global akan hadir di wilayah ini. Ini akan menggabungkan pengelolaan pemerintahan, industri, perdagangan, transportasi terpadu, dan bidang strategis lainnya untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan nasional.

Dalam pasal 51 ayat 2 draf RUU itu misalnya kawasan aglomerasi mencakup tidak hanya Jakarta, tetapi juga Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi.

Pemindahan ibu kota negara RI dari Jakarta ke luar Jawa dipicu oleh pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden di tahun 2021. Ia mengatakan bahwa Jakarta akan tenggelam dalam 10 tahun ke depan akibat ancaman perubahan iklim. Ia menyebut bahwa perubahan iklim adalah ancaman terbesar yang saat ini sedang menghantui seluruh dunia. Perubahan iklim menyebabkan naiknya permukaan laut yang akan menyebabkan ribuan orang kehilangan tempat tinggal, mata pencaharian, dan kehidupan.

NASA juga mengunggah gambar landsat yang menunjukkan evolusi Jakarta dalam tiga dekade terakhir. Adanya pembabatan hutan dan vegetasi lain dengan permukaan kedap air di daerah pedalaman di sepanjang sungai Ciliwung dan Cisadane telah mengurangi jumlah air yang dapat diserap. Ini menyebabkan adanya limpahan serta banjir bandang. Populasi wilayah Jakarta lebih dari dua kali lipat antara tahun 1990 dan 2020 telah membuat lebih banyak orang yang memadati dataran banjir dengan resiko tinggi. Hal ini kemudian diperparah oleh saluran sungai dan kanal yang menyempit atau tersumbat secara berkala oleh sedimen dan sampah. Sehingga sangat rentan terhadap luapan.