Profil Yahya Sinwar, Pimpinan Hamas yang Dicari oleh Israel

by -115 Views

Kelompok pejuang Palestina, Hamas, menjadi sorotan dunia internasional. Pada 7 Oktober lalu, dengan persenjataan lengkap, kelompok ini berhasil menembus perbatasan antara enklave Palestina, Gaza, dan Israel lalu melakukan penyerangan ke wilayah Negeri Yahudi itu.

Serangan ini menewaskan 1.400 warga Israel yang tinggal di sekitar wilayah perbatasan. Selain itu, Hamas juga menculik lebih dari 200 warga dan memindahkannya ke Gaza.

Sebagai respons, Israel kemudian melancarkan serangan udara terberatnya ke Gaza untuk menghancurkan Hamas. Meski menyebut hanya menargetkan Hamas, namun serangan ini telah menewaskan hingga lebih dari 10.000 jiwa warga sipil.

Dalam operasinya, Israel bertekad untuk menghancurkan milisi bersenjata itu. Diketahui, Tel Aviv sangat mengincar Kepala Hamas di Jalur Gaza, Yahya Sinwar dalam upaya menghancurkan kelompok itu.

Lalu siapa sebenarnya Yahya Sinwar?

Sinwar lahir pada tanggal 29 Oktober 1962, di kamp pengungsi Khan Younis. Pada tahun 1948, orang tuanya diusir dari rumah mereka di Majdal Askalan oleh pemukim Israel dan diganti namanya menjadi Ashkelon.

Terluka oleh pengalamannya tumbuh sebagai pengungsi dan tumbuh di bawah pendudukan militer di Jalur Gaza, ayahnya mengatakan bahwa “Hidup Yahya penuh dengan penderitaan akibat agresi Zionis. Sejak masa kecilnya, dia bertekad untuk melawan pendudukan.”

Berprestasi tinggi secara akademis di sekolah, ia kemudian melanjutkan studi di Universitas Islam di Gaza, di mana ia membantu merintis Blok Islam dan memegang sejumlah posisi di badan-badan kampus.

Pada tahun 1982, Sinwar dan anggota badan kampus lainnya melakukan perjalanan mengunjungi wanita Palestina di Jenin yang diduga menjadi korban upaya peracunan oleh Israel.

“Menanggapi kunjungan ini, ia ditangkap dan ditahan secara administratif (ditahan tanpa dakwaan atau diadili) selama enam bulan, dengan tuduhan bahwa dia berpartisipasi dalam kegiatan Islam subversif,” tulis Palestine Chronicles.

Selama penahanannya, Sinwar berteman dengan aktivis lain, seperti Saleh Shehade yang kemudian memimpin sayap bersenjata Hamas hingga pembunuhannya pada tahun 2002.

Karir Sinwar kemudian berlanjut dengan bertanggung jawab untuk menyiapkan jaringan keamanan, yang dikenal sebagai Majd. Majd beroperasi secara rahasia sementara organisasi yang bersekutu dengan Ikhwanul Muslimin sebelum Hamas, Mujamma Islamiyya.

Pada tahun 1988, Sinwar ditangkap dan diduga disiksa dengan kejam selama 6 minggu setelah ditemukannya sel bersenjata milik Majd.

Pada tahun 1989, Hamas melakukan serangan bersenjata signifikan pertamanya, menewaskan dua tentara Israel. Sinwar dinyatakan bersalah atas tuduhan mendalangi serangan itu dan dijatuhi hukuman 426 tahun penjara.

Menjadi pemimpin Hamas paling terkenal yang dibebaskan dalam kesepakatan pertukaran tahanan tahun 2011, Sinwar akhirnya kembali ke Gaza dan terpilih sebagai pemimpin Hamas di wilayah itu menggantikan Ismail Haniyeh.

Pada tahun 2017, Hamas melakukan perubahan nama dan pembaruan undang-undangnya, yang menunjukkan bahwa Gerakan Perlawanan Islam akan terbuka untuk menerima Solusi Dua Negara.

Pada tahun yang sama, Sinwar memainkan peran utama dalam upaya memperbaiki hubungan antara Otoritas Palestina (PA), yang dipimpin oleh Partai Fatah, dan Hamas. Namun upaya ini tidak berhasil.

Pada tahun 2018, di bawah kepemimpinan Yahya Sinwar, Hamas mengadopsi platform kebijakan perlawanan tanpa kekerasan dalam upaya membuka diri terhadap negosiasi diplomatik yang dapat mengakhiri pengepungan di Gaza.

Kepemimpinan Hamas mendukung gerakan protes massal tanpa kekerasan, yang dikenal sebagai Great March of Return, yang dimulai pada tanggal 30 Maret 2018.

Namun, menyusul keputusan Amerika Serikat (AS) untuk secara sepihak mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan terbunuhnya ratusan pengunjuk rasa tak bersenjata di tangan tentara Israel, Hamas kembali mengubah pendekatannya.

Pada Mei 2021, Hamas melancarkan pertempuran Saif Al Quds, yang didukung oleh beberapa kelompok bersenjata lainnya di Jalur Gaza. Sejak itu, pidato dan penampilan publik Yahya Sinwar menjadikannya pemimpin yang sangat populer di seluruh Dunia Arab.