Jakarta, CNBC Indonesia – PT PLN Indonesia Power, Subholding Pembangkit PT PLN (Persero), mengungkapkan bahwa perusahaan membutuhkan investasi sebesar Rp 250 triliun untuk membangun 7 Giga Watt (GW) pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) hingga tahun 2030.
Direktur Keuangan PLN Indonesia Power, Endang Astharanti, mengatakan bahwa ini dilakukan sebagai salah satu upaya perusahaan untuk mencapai target pemerintah dalam mencapai netral emisi karbon atau Net Zero Emissions (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat.
“Dalam mencapai NZE kita menghadapi tantangan lain, yaitu kebutuhan investasi yang besar. Sekitar 7 GW yang harus dibangun hingga 2030 membutuhkan investasi sebesar Rp 250 triliun jika seluruhnya didanai oleh kami,” jelas Endang dalam acara ‘Road to CNBC Indonesia Awards 2023: Best Energy Companies’ pada Rabu (01/11/2023).
Untuk mendukung pendanaan tersebut, Endang menyatakan bahwa perusahaan bekerja sama dengan mitra dalam dan luar negeri. Hal ini dilakukan mengingat adanya keterbatasan modal perusahaan.
“Kami memiliki beberapa inisiatif kolaborasi finansial dengan beberapa mitra, termasuk developer luar dan dalam negeri. Dengan co-investment ini, modal kita bisa terbantu,” tambahnya.
Dia juga menyebutkan bahwa target pembangkit berbasis EBT sebesar 7 GW hingga tahun 2030 tersebut telah tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030.
“Sebagai perusahaan pembangkit listrik, dalam RUPTL 2030 kita memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan hingga 7 GW pembangkit berbasis energi terbarukan. Target ini cukup agresif dan penuh tantangan,” ungkapnya.
Dalam RUPTL 2021-2030, terdapat 52% atau setara dengan 20,9 GW total pembangkit EBT yang akan dibangun.
Lebih lanjut, Endang mengungkapkan bahwa pembangkit EBT yang akan dibangun ke depan akan didominasi oleh Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), dengan porsi sebesar 50%. Kemudian diikuti oleh pembangkit berbasis energi panas bumi sebesar 500 Mega Watt (MW) dan energi surya sebesar 1.500 MW.
“Sebagian besar dari 50% PLTA, kami juga akan membangun pembangkit geothermal sebesar setidaknya 500 MW hingga 2030. Sementara itu, energi surya akan mencapai 1.500 MW hingga 2030,” jelasnya.
Dengan demikian, PLN Indonesia Power menilai bahwa jika pembangkit EBT dalam negeri dapat dibangun, Indonesia akan siap menghadapi program transisi energi, salah satunya adalah pensiun dini pembangkit listrik batu bara yang akan digantikan oleh pembangkit EBT.
“Pengembangan energi terbarukan yang lebih cepat diharapkan dapat memungkinkan pensiun dini pembangkit listrik batu bara karena kami harus memenuhi pertumbuhan permintaan listrik sebesar 5% setiap tahun. Selain itu, permintaan tambahan seperti smelter juga harus dipenuhi. Ini adalah tantangan yang dihadapi bersama untuk mengembangkan penyediaan listrik yang terjangkau,” tandasnya.
Seperti yang diketahui, Indonesia memiliki potensi EBT yang besar, mencapai 3.687 GW. Potensi tersebut terdiri dari potensi surya sebesar 3.294 GW, potensi hidro 95 GW, potensi bioenergi 57 GW, potensi bayu 155 GW, potensi panas bumi 23 GW, potensi laut 63 GW, serta potensi uranium 89.483 ton dan thorium 143.234 ton.
Hingga semester I tahun 2023, kapasitas terpasang total pembangkit listrik berbasis EBT telah mencapai 12.736,7 Mega Watt (MW). Angka ini terdiri dari kontribusi PLTA sebesar 6.738,3 MW, PLT Bioenergi 3.118,3 MW, PLT Panas Bumi 2.373,1 MW, PLT Surya 322,6 MW, PLT Bayu 154,3 MW, serta PLT Gasifikasi Batubara 30,0 MW.
Saat ini, terdapat 737 MW (3,5%) PLT EBT yang telah beroperasi, 5.259 MW (25,1%) sedang dalam tahap konstruksi, 976 MW (4,7%) dalam tahap pengadaan, 1.232 MW (5,9%) dalam tahap rencana pengadaan, 12.656 MW (60,5%) dalam tahap perencanaan, dan proyek yang tidak dilanjutkan serta terminasi sebesar 64 MW (0,3%).