Evaluasi Wajib Parkir DHE di RI yang Dijalani Selama 3 Bulan

by -149 Views

Pengusaha pertambangan mineral dan batu bara (minerba) meminta kepada pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan kewajiban eksportir untuk menyimpan Devisa Hasil Ekspor (DHE) di sistem keuangan dalam negeri. Sesuai ketentuan yang berlaku, kewjiban DHE ini bisa dievaluasi selama tiga bulan pasca aturan tersebut terbit.

Aturan DHE tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023 yang merevisi aturan sebelumnya yakni PP No.1 tahun 2019, tentang DHE dari kegiatan pengusahaan, pengelolaan, dan atau pengolahan sumber daya alam (SDA).

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menyebutkan, tiga bulan aturan ini berjalan eksportir kesulitan mengatur arus kas (cash flow) di tengah tren harga komoditas yang sedang menurun.

Sementara, kata Hendra, beban biaya operasional ditambah semakin tingginya beban biaya tarif royalti. “Dalam peraturan itu ada mekanisme evaluasi setelah 3 bulan aturan berjalan. Jadi kami minta segera di Oktober ini di evaluasi, dan itu bukan APBI saja yang minta, KADIN dan APINDO juga, silahkan dicek,” terang Hendra kepada CNBC Indonesia, Senin (30/10/2023).

Hendra menyatakan, semua eksportir, baik batubara, mineral, perkebunan, perikanan, kehutanan merasakan dampak kesulitan mengatur arus kas. “Jadi semuanya sama kena dampaknya pak, bukan cuma pertambangan. Kalau aturan ini semua eksportir (pertambangan, perkebunan, perikanan) sudah mengajukan komplain, sebelum aturan ini berlaku 1 September dan setelah aturan ini berlaku,” ungkap Hendra.

Sebagaimana ketentuan yang berlaku, Peraturan tersebut mengamanatkan supaya DHE SDA yang disimpan eksportir minimal US$ 250 ribu di sistem keuangan domestik paling singkat berjangka waktu tiga bulan sejak penempatan dalam rekening khusus SDA.

Sebelumnya, Plh Direktur Eksekutif Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Indonesia atau Indonesian Mining Association (IMA), Djoko Widajatno menyebutkan bahwa pihaknya keberatan atas peraturan yang akan berlaku efektif pada 1 Agustus 2023 itu.

Dia menilai, PP anyar tersebut tidak sesuai dengan apa yang sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 24 tahun 1999 perihal lalu lintas devisa bebas. PP 36/2023 itu dinilai akan mengganggu likuiditas dunia usaha yang sudah diatur sebelumnya dalam undang-undang.

“BI menganut Undang-Undang Lalu Lintas Lintas Devisa Bebas, sehingga penahan DHE tidak sesuai dengan aturan di atas, akan membuat menggangu likuiditas pada dunia usaha,” jelas Djoko kepada CNBC Indonesia.

Adapun, Djoko mengatakan bahwa para pengusaha khususnya pengusaha pertambangan sektor mineral dan batu bara (minerba) mengkhawatirkan apabila nantinya DHE tersebut disimpan dalam sistem perbankan dalam negeri, maka tidak bisa mencukupi kebutuhan atas valuta asing.

Hal itu dikarenakan penyimpanan DHE dalam negeri bisa memungkinkan pemerintah menggunakan cadangan itu untuk membayar utang pemerintah.

“Devisa masuk ke sistem perbankan Indonesia membuat banyak jumlah cadangan dolar. Masuk ke pasar uang jangan dipakai pembayaran utang pemerintah, sehingga kekhawatiran tidak cukupnya valuta asing tidak dapat diatasi, karena TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) di pertambangan masih rendah,” tambahnya.