Peneliti Klimatologi Pusat Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Erma Yulihastin, menjelaskan bahwa ada tanda-tanda yang menunjukkan Indonesia bisa terancam oleh El Nino yang kuat. Hasil kajian dan analisis terbaru yang dilakukan oleh peneliti di Tim Variabilitas, Perubahan Iklim, dan Awal Musim BRIN (TIVIPIAM-BRIN) mengindikasikan hal itu. Erma menjelaskan bahwa El Nino sudah hampir mencapai tingkat yang kuat. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis terhadap intensitas dan durasi El Nino.
Erma juga mengungkapkan pengalaman mengenai El Nino di tahun 2015. Pada saat itu, berbagai prediksi mengenai El Nino meleset, baik dari segi durasi maupun intensitasnya. Dia menyebutkan bahwa pada tahun 2014, semua model prediksi memperkirakan akan terjadi El Nino oleh akhir musim hujan. Namun, hal tersebut tidak terjadi. Baru pada tahun 2015, El Nino muncul dan intensitasnya mencapai 2. Lamanya El Nino saat itu adalah 18 bulan. Saat itu, seorang ahli El Nino dari NOAA bernama Michael McPhaden juga mengungkapkan bahwa El Nino tidak bisa diprediksi oleh model apa pun.
Erma juga menjelaskan tentang kondisi El Nino saat ini. El Nino yang terjadi saat ini muncul satu tahun lebih awal akibat dampak perubahan iklim. Seharusnya, El Nino baru terjadi pada tahun 2024. El Nino saat ini dimulai dari Samudra Pasifik bagian timur di wilayah Peru dan perjalanannya masih lama. Beberapa model prediksi memperkirakan bahwa intensitas El Nino bisa mencapai 2,8. Meskipun nantinya akan turun, intensitasnya masih bertahan di sekitar 1,6 pada bulan April 2024. Erma memperingatkan untuk berhati-hati di tahun 2024, terutama dalam sektor pertanian.
Erma berharap bahwa Indonesia tidak menghadapi situasi yang sama dengan El Nino tahun 2015. Dia meminta untuk mempersiapkan diri menghadapi musim tidak mudah setelah musim hujan berakhir, terutama pada bulan Maret, April, dan Mei 2024. Meskipun masih ada hujan, peranannya masih bisa dipertahankan dalam menghadapi El Nino.